Yang dimaksud berita dari segi
pendekatan jurnalistik ialah peristiwa yang telah dimuat dalam suatu media
cetak, atau disiarkan lewat radio atau televisi.
Mengapa orang membaca berita? Tentu
bukan sekedar ingin mengisi waktu luang. Orang membaca berita karena ingin
mengetahui perkembangan situasi lingkungan sekitarnya.
Kriteria Kelayakan Berita
Apakah semua peristiwa layak dijadikan
berita? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada beberapa kriteria yang harus
dipenuhi untuk menjadi berita, antara lain:
1. Penting. Pengesahan RUU Sisdiknas adalah penting, karena menyangkut kepentingan
rakyat banyak, yang menjadi pembaca media bersangkutan. Maka layak jadi berita.
Ini juga relatif tergantung dari khalayak pembaca yang dituju. Isu Amien Rais
menjadi calon presiden tentu penting untuk dimuat di Harian Republika, tetapi kurang penting dimuat di Majalah Gadis, karena khalayak pembacanya berbeda.
2. Baru terjadi, bukan
peristiwa lama. Peristiwa yang telah terjadi pada 10
tahun yang lalu jelas tidak bisa jadi berita.
3. Unik, bukan sesuatu
yang biasa. Seorang mahasiswa yang kuliah tiap
hari adalah peristiwa biasa. Tetapi jika mahasiswa berkelahi dengan dosen di
dalam ruang kuliah, itu luar biasa.
4. Asas keterkenalan. Kalau mobil anda ditabrak mobil lain, tidak pantas jadi berita. Tetapi
kalau mobil yang ditumpangi putri Diana ditabrak mobil lain, itu jadi berita
dunia.
5. Asas kedekatan. Asas kedekatan ini bisa diukur secara geografis maupun kedekatan emosial.
Banjir di Cina yang telah menghanyutkan ratusan orang, masih kalah nilai
beritanya dibandingkan banjir yang melanda Jakarta, karena lebih dekat dengan
kita.
6. Magnitude (dampak dari suatu peristiwa). Demonstrasi yang dilakukan oleh 10.000
mahasiswa tentu lebih besar magnitudenya dibanding demonstrasi oleh 100
mahasiswa.
7. Trend. Sesuatu bisa menjadi berita ketika menjadi kecenderungan yang meluas
dimasyarakat. Misalnya, sekarang orang mudah marah dan mudah membunuh pelaku
kejahatan kecil (pencuri, pencopet) dengan cara dibakar hidup-hidup.
Teknik Wawancara
Berita sebagai produk jurnalistik hanya
bisa lahir dari fakta-fakta yang ada di masyarakat. Dan di balik fakta-fakta
itu tentu ada aktornya. Untuk kelahiran sebuah produk jurnalistik yang sehat,
jurnalis harus mampu membuat si aktor bicara. Cara efektif untuk itu, tidak ada
lain, kecuali dengan jalan melakukan wawancara.
Dalam aktifitas jurnalistik, sebuah wawancara sudah barang tentu memerlukan
berbagai sentuhan teknik dalam aplikasinya. Dan berbicara ikhwal teknik
wawancara, tentu saja kita akan berhadapan dengan sesuatu yang dinamis bahkan
progresif dan juga fleksibel. Artinya, teknik wawancara itu bukan merupakan
sesuatu yang musti baku, kaku, apalagi sakral. Teknik itu berkembang secara
dinamis seiring dengan perkembangan masyarakat. Karenanya, para jurnalis juga
dituntuk untuk senantiasa memberdayakan diri sesuai tuntutan jaman.
Terpenuhinya prinsip-prinsip
keberimbangan bagi sebuah berita, hanya bisa ditempuh dengan wawancara. Dan
sekali lagi, hanya dengan wawancara, maka berita sebagai hasil karya
jurnalistik akan memiliki daya hidup sekaligus bisa dipertanggungjawabkan.
Sebab, dengan wawancara, fakta-fakta dari masyarakat yang dihimpun wartawan
akan terekonstruksi dengan baik.
Namun, Wartawan tidak boleh mengabaikan
anatomi persoalan yang terkait dengan temuan fakta-fakta tersebut di lapangan.
Dan untuk persoalan-persoalan tertentu, Wartawan wajib memetakannya. Penyiapan
anatomi persoalan itu bahkan merupakan langkah awal sebelum berlangsungnya
sebuah wawancara. Bermutu tidaknya sebuah wawancara, biasanya justru lebih
banyak ditentukan oleh hal tersebut. Misalnya, seorang Wartawan ingin
mengetahui secara detail tentang posisi, peran dan sumbangan intelektual dalam
mendorong demokrasi di Indonesia, maka Wartawan harus mampu menggambarkan
bagaimana kaum intelektual Indonesia mengembangkan wacana yang beragam atas
wacana resmi Orde Baru di sekitar tema-tema pokok “Pembangunan”, “Dwi fungsi”,
“Demokrasi Pancasila”,”Persatuan dan kesatuan” serta “Sara”. Itu yang penting
!.
Dari sana akan bisa dibuat
kategori-kategori intelektual Indonesia. Dan mungkin saja akan segera
terpetakan adanya intelektual ortodoks, revisionis dan mungkin oposisionis.
Secara demikian, setidaknya telah tercipta sarana pemahaman baru yang lebih
memadai tentang intelektual Indonesia.
Untuk sampai pada pemahaman itu, seorang
Wartawan harus memiliki referensi cukup tentang berbagai bidang yang diminati.
Jadi, wawancara seorang jurnalis hanya akan sukses dan bermutu, manakala ia
telah memiliki kesiapan seperti dimaksud. Namun, yang justru tampak rumit,
adalah aktifitas di balik teknik wawancara itu.
Adapun teknik wawancara bisa dikelompokkan menjadi dua (2) bagian.
1. Teknik verbal yang betul-betul
memerlukan alat bantu hard ware yang diperlukan.
2. Teknik substansial – teknik yang terkait dengan kemampuan jurnalis dari
segi ketajaman nuraninya dalam menentukan pilihan tema, tempat dan saat yang
tepat bagi berlangsungnya sebuah wawancara. Disini perlu adanya ketajaman
analisis sosial.
Itulah pentingnya seorang Wartawan
menguasai materi yang hendak diwawancarakannya terhadap narasumber. Hanya
dengan cara seperti itu, ia mampu memperoleh informasi banyak dan akurat serta
signifikan.
Konkritnya, beberapa hal dibawah ini bolehlah dianggap sebagai tip untuk
menunjang suksesnya sebuah wawancara.
1.Wartawan harus memakai kalimat tanya
yang bisa membuahkan jawaban obyektif.
2.Pertanyaan harus selalu diusahakan
dengan menggunakan kalimat pendek dan mudah dimengerti.
3.Tidak boleh segan-segan mengajukan
pertanyaan ulang atas hal-hal yang belum jelas untuk dimengerti.
4.Tahu momentum yang tepat. Juga tahu
apa yang layak dan tidak layak untuk ditanyakan, sekaligus cara bertanya yang
pas.
5.Jauhi pertanyaan yang bernada
menggurui.
6.Hindari gaya interogasi.
7.Hindari pertanyaan yang sifatnya
mencari legitimasi dari frame pemikiran yang sebetulnya sudah dimiliki.
8.Hindari pertanyaan yang bersifat
menguji nara sumber.
9.Tumbuhkan sifat empaty dalam
wawancara.
10.Untuk hal-hal yang spesifik, wartawan
perlu terlebih dahulu memaparkan persoalan yang hendak dimintakan pendapat dari
nara sumber.
11.Hindari kalimat tanya yang bersifat
mengadu domba.
12.Buat pertanyaan yang mampu menggugah
daya nalar, ingatan serta perspektif nara sumber.
Ke
dua belas tips itu, mungkin akan menjadi jaminan suksesnya sebuah wawancara.
Tetapi, mungkin juga takkan berguna apa-apa, jika tidak diimbangi dengan
kemampuan jurnalistik individu yang mengoperasikannya. Karena itu pula, seorang
jurnalis ”haram” mendatangi nara sumber dengan kepala kosong.
Persiapan Wawancara
Ada beberapa persiapan yang harus anda lakukan sebelum melakukan wawancara,
diantaranya:
1. Penentuan tema. Mengapa suatu tema harus diangkat? Kenapa harus sekarang?
Pertama-tama tanyakan pada diri anda sendiri – mengapa kasus dibawakan
sekarang? Dari awal harus sudah jelas peran apa yang akan anda bawakan –
informasi apa yang anda mau dari narasumber, apakah perspektifnya, dimana
mereka akan anda posisikan.
2. menentukan Angle. Angle atau sudut pandang sebuah berita ini dibikin untuk
membantu tulisan supaya terfokus. Kita tidak mungkin menulis seluruh laporan
tentang apa yang kita lihat, atau menulis seluruh uraian yang disampaikan oleh
narasumber. Tulisan yang tidak terfokus hanyalah akan membingungkan pembaca.
Untk mebentukan angle salah satu cara yang termudah adalah membuat sebuah
[pertanyaan tunggal tentang apa yang mau kita tulis. Jawaban pertanyaan tidak
boleh melebar kemana-mana. Hal-hal yang tidak relevan dengan angle sebaiknya
tidak ditanyakan. Jika ada informasi lain yang disampaikan maka bisa dibuat
judul lain. Atau informasi yang sangat penting tersebut tidak cukup untuk
dibuat dalam berita tersendiri, maka bikinlah sub judul.
3. Susunlah outline. Agar memudahkan dalam wawancara maka sebaiknya anda menyusun kerangka
berita (outline) atau istilah yang lebih lazim flowchart. Outline berisi antara lain:
1. Tema berita
2. Angle
3. Latar belakang masalah
4. Narasumber
5. Daftar pertanyaan
Mengumpulkan Informasi dengan Tepat
Ketidak akuratan (kesalahan) dalam
pemberitaan kebanyakan disebabkan oleh kelalaian (kesembronoan) yang tidak
disengaja. Seorang reporter mungkin tidak menggunakan waktu secukupnya untuk
mengecek informasinya sebelum menulis berita. Kemudian ia salah menuliskan nara
sumber berita.
Seorang wartawan kawakan akan mengambil langkah-langkah pencegahan untuk
menghindari kesalahan fakta:
1. Bila anda mewawancarai seseorang, tanyakan nama, umur, alamat, dan nomor
teleponnya. Setelah mengumpulkan informasi, ejalah namanya dan bacakan
informasi yang anda peroleh (tangkap) sehingga sumber berita bisa
mengoreksinya. Nomor telepon tidak ditulis dalam berita, namun reporter harus
mengetahuinya untuk mengadakan kontak dengan sumber berita tersebut.
2. Bila informasi nara sumber anda peroleh dari tangan kedua, harap dicek pada
sumber berita untuk membetulkannya.
3. Jangan sekali-kali beranggapan bahwa bahwa anda mengetahui semuanya. Anda
selalu harus mengecek ulang setiap informasi yang penting.
4. Bila tulisan anda menyangkut materi yang rumit, pastikanlah dulu bahwa anda
mengetahui hal itu.
Umumnya
seorang wartawan mengambil peranan sebagai seorang pembaca kebanyakan, dan
megajukan pertanyaan sesuai dengan posisi itu.
1. Bila menggunakan statistik atau data matematis, reporter harus mengecek
angka-angkanya dan menghitung. Banyak wartawan yang berdalih bermacam-macam
bila seorag pembaca yang kritis mengirim surat ke redaksi dan menunjukkan
perhitungan yang keliru dalam tulisan wartawan.
Statistik
harus dicermati benar dengan penuh kecurigaan. Anda bisa membuktikan apa saja
dengan statistik, tergantung bagaimana cara anda menyajikannya dan apa saja
yang anda masukkan atau tinggalkan. Tanyakanlah kepada sumber secara cermat
untuk meyakinkan kebenaran angka-angka tersebut.
Seorang
reporter tidak boleh membiarkan dirinya menjadi alat untuk menipu masyarakat.
Kekritisan dan pengecekan yang teliti sering bisa menghindarkan hal it terjadi.
Teknik Penulisan Berita
Setelah
mendapat informasi dari lapangan, maka tugas reporter selanjutnya adalah
menyampaikan informasi tersebut kepada pembaca secara cepat, jelas, dan akurat.
Unsur-Unsur Suatu Berita
Berita yang baik umumnya harus memenuhi unsur: 5 W + 1 H
Yakni: (Who, What, Where, When, Why) + How
Atau : (Siapa, Apa, Dimana, Kapan, Mengapa) + Bagaimana
Kriteria Khusus:
1. kebijakan redaksional/misi media. Masing-masing media memiliki kebijakan
redaksional dan misi yang berbeda.
2. Pendekatan keamanan (ancaman pembredelan, dan sebagainya). Berita yang
mengkritik keras korupsi dan kolusi antara penguasa dan pengusaha bisa berujung
pada pembredelan atau teguran terhadap media yang bersangkutan. Atau bisa
memakan korban wartawan media itu sendiri, seperti kasus yang menyebabkan
terbunuhnya wartwan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin.
3. kepekaan masyarakat pembaca dan kemungkinan dampak negatif berita terhadap
pembaca. Misalnya untuk isu-isu yang menyangkut SARA (suku, Agama, Ras, dan
antar golongan). Atau bisa menyinggung perasaan atau martabat pembaca.
Beberapa Macam Berita:
Dari segi sifatnya, kita kenal dua macam: Hard News dan Soft News.
Hard News/Straight News: berita yang lugas, singkat, langsung kepokok persoalan dan
fakta-faktanya. Biasanya harus memenuhi unsur 5W+1H secara ketat dan harus
cepat-cepat dimuat, karena terlambat sedikit bisa basi. Istilah Hard News lebih
mengacu pada isi berita, sedangkan istilah Straight News lebih mengacu pada
cara penulisannya (struktur penulisanya).
Soft News: berita yang dari segi struktur penulisannya relatif lebih luwes, dan dari
segi isi tidak terlalu berat. Soft news umumnya tidak terlalu lugas, tidak
kaku, atau ketat khususnya dalam soal waktunya. Misalnya tulisan untuk
menggambarkan kesulitan yang dihadapi rakyat kecil akibat krisis ekonomi.
Selama krisis ekonomi masih berlanjut, berita itu bisa diturunkan kapan saja.
Biasanya lebih banyak mengangkat aspek kemanusiaan (human interest).
Dari
segi bentuknya, soft news masih bisa kita perinci lagi menjadi dua: News Features dan Feature. Feature adalah teknik penulisan yang khas berbentuk luwes, tahan lama,
menarik, strukturnya tidak kaku, dan biasanya mengangkat aspek kemanusiaan.
Pada hakekatnya penulisan feature adalah seorang yang berkisah. Ia melukis
gambar dengan kata-kata, ia menghidupkan imajinasi pembaca, ia menarik pembaca
kedalam cerita dengan mengidentififkasikan diri dengan tokoh utama. Panjang
tulisan feature bervariasi dan boleh ditulis seberapa panjang pun, sejauh masih
menarik.
Sedangkan
News Feature adalah Feature yang mengandung unsur berita. Misalnya tulisan yang
menggambarkan peristiwa penangkapan Tommy Suharto oleh polisi, yang diawali
dengan penyadapan telepon dengan bantuan Roy Suryo seorang pakar Multimedia dan
Komunikasi, pembongkaran ruang bawah tanah, sampai proses tertangkapnya
disajikan secara seru, menarik, dan dramatis. Seperti menonton film saja.
Struktur Penulisan Berita
Hard news/straight news biasanya ditulis
dalam bentuk struktur “piramida terbalik” yakni inti berita ditulis pada bagian
paling awal, dan hal-hal yang tidak penting ditulis belakangan.
Soft news, News Feature dan Feature
ditulis dengan gaya yang tidak kaku. Hal-hal yang penting bisa ditulis di
bagian awal, namun juga tidak mutlak. Yang pening tetap menarik untuk dibaca.
Lebih jauh mengenai teknik penulisan Feature akan dibahas pada pertemuan
berikutnya.
Penulisan Judul
Judul merupakan inti dari teras berita.
Judul harus jelas, mudah dimengerti dengan sekali baca dan menarik, sehingga
mendorong pembaca untuk mengetahui lebih lanjut isi tulisan. Selain itu judul
juga harus menggigit, perlu kejelasan makna asosiatif setiap unsur Subyek,
Obyek, dan Keterangan.
Panjang judul maksimal dua baris terdiri
atas empat hingga enam kata. Bila panjang judul satu baris, maksimal terdiri
atas lima kata. Untuk judul berita utama maksimal lima kata.
Semua kata di dalam judul dimulai dengan
huruf besar, kecuali kata sambung seperti dan, di, yang, bila, dalam, pada,
oleh, dan kata tugas lainnya yang ditentukan redaksi.
Penulisan judul tidak boleh dimulai
dengan angka. Hindari penggunaan singkatan yang tidak populer. Judul bersifat
tenang dan tidak bombastis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar