Written by: Buyung Kirana, S.Pd.
D
|
ulu kita ketahui, bahwa ada banyak pilihan bagi sekolah untuk menerapkan
mata pelajaran Muatan Lokal. Dan kebanyakan sekolah menerapkan sesuai dengan
kondisi daerah masing-masing. Misalnya, daerah yang merupakan tujuan wisata,
maka dianjurkan untuk memasukkan pelajaran Bahasa Asing (bahasa Inggris) sebagai mata pelajaran muatan lokal. Daerah
yang merupakan sentra pembibitan karet, maka dianjurkan untuk mengajarkan
tentang bagaimana mengokulasi karet (pertanian) sebagai mata pelajaran muatan
lokalnya, dll. Dulu juga mata pelajaran bahasa Inggris baru diajarkan di
sekolah-sekolah yang ada di kota-kota besar. Tapi sekarang sudah tidak demikian
lagi, bahasa Inggris (bahasa Asing) sudah diajarkan hampir pada setiap daerah
dan tingkatan sekolah. Seperti di Kota
Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas misalnya, hampir dapat dipastikan seluruh
SD sudah menerapkannya, meskipun masih pada tingkatan yang bervariasi. Ada yang mulai dari kelas
1-6, ada yang baru dari kelas 3-6 atau bahkan ada yang baru menerapkannya pada
kelas 6 saja. Oleh karena itu, rasanya sudah saatnya pemerintah melalui Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia untuk memikirkan bagaimana kalau pelajaran
muatan lokal bahasa Inggris pada sekolah dasar menjadi muatan nasional atau
paling tidak porsinya setara dengan mata pelajaran lain seperti Penjaskes dan
Pendidikan Agama. Sehingga sekolah atau pemerintah berkewajiban untuk pengadaan
tenaga pendidik khusus atau Pegawai Negeri Sipil seperti kedua mata pelajaran
tersebut. Dan diharapkan dengan demikian penerapannya dapat merata pada setiap
sekolah dan daerah. Penulis yakin teman-teman
yang saat ini mengajar mata pelajaran muatan lokal bahasa Inggris sangat
berharap kalau suatu saat mata pelajaran ini dapat menjadi mata pelajaran yang
masuk dalam muatan nasional. Mengingat
mata pelajaran Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang masuk
dalam Ujian Nasional (UN) pada tingkat SMP dan SMA. Untuk kondisi sekarang
dirasakan sangat tidak adil bagi sekolah di daerah terpencil yang sebagian
besar siswa baru kenal bahasa Inggris pada tingkat SMP yang hanya diajarkan
beberapa jam dalam satu minggunya. Seperti contoh sekolah-sekolah di Ulu Rawas
Kabupaten Musi Rawas, khususnya sekolah dasar di Desa Napallicin dan sekitarnya
anak-anak baru kenal atau diajarkan bahasa Inggris pada Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Berbeda jauh dengan siswa di daerah perkotaan yang sebagian
besar sudah mengenal bahasa Inggris sejak kelas 1 SD atau bahkan dari TK
ditambah dengan mudahnya untuk dapat mengakses berbagai lembaga kursus untuk
menambah keterampilan berbahasa inggris mereka. Kemudian, apa bedanya dengan
mata pelajaran lain yang masuk dalam mata pelajaran yang di Ujian Nasional kan? Seperti Matematika,
IPA dan Bahasa Indonesia yang sudah diajarkan sejak dari kelas 1 SD atau bahkan
dari TK sudah dikenalkan. Jadi sangat wajar kalau pada setiap tahun di semester
2 atau saat ujian nasional, mata pelajaran yang satu ini selalu menjadi momok
bagi anak-anak. Tapi patut pula kita syukuri bahwa berapapun standar kelulusan
yang ditetapkan oleh pemerintah pada saat Ujian Nasional selalu saja dapat
dicapai. Tidak tahu ilmu apa yang mereka pakai. Ilmu padi kah? Yang semakin merunduk
semakin berisi. Wallahu a’lamu Bisshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar