Selamat Datang Di Situs Resmi SD Negeri 58 Lubuklinggau

Sabtu, 23 Juni 2012

Saatnya Muatan Lokal Bahasa Inggris menjadi Muatan Nasional, Bisa Nggak Ya???


 Written by: Buyung Kirana, S.Pd. 

D
ulu kita ketahui, bahwa ada banyak pilihan bagi sekolah untuk menerapkan mata pelajaran Muatan Lokal. Dan kebanyakan sekolah menerapkan sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Misalnya, daerah yang merupakan tujuan wisata, maka dianjurkan untuk memasukkan pelajaran Bahasa Asing (bahasa Inggris)  sebagai mata pelajaran muatan lokal. Daerah yang merupakan sentra pembibitan karet, maka dianjurkan untuk mengajarkan tentang bagaimana mengokulasi karet (pertanian) sebagai mata pelajaran muatan lokalnya, dll. Dulu juga mata pelajaran bahasa Inggris baru diajarkan di sekolah-sekolah yang ada di kota-kota besar. Tapi sekarang sudah tidak demikian lagi, bahasa Inggris (bahasa Asing) sudah diajarkan hampir pada setiap daerah dan  tingkatan sekolah. Seperti di Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas misalnya, hampir dapat dipastikan seluruh SD sudah menerapkannya, meskipun masih pada tingkatan yang bervariasi. Ada yang mulai dari kelas 1-6, ada yang baru dari kelas 3-6 atau bahkan ada yang baru menerapkannya pada kelas 6 saja. Oleh karena itu, rasanya sudah saatnya pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia untuk memikirkan bagaimana kalau pelajaran muatan lokal bahasa Inggris pada sekolah dasar menjadi muatan nasional atau paling tidak porsinya setara dengan mata pelajaran lain seperti Penjaskes dan Pendidikan Agama. Sehingga sekolah atau pemerintah berkewajiban untuk pengadaan tenaga pendidik khusus atau Pegawai Negeri Sipil seperti kedua mata pelajaran tersebut. Dan diharapkan dengan demikian penerapannya dapat merata pada setiap sekolah dan daerah. Penulis yakin teman-teman  yang saat ini mengajar mata pelajaran muatan lokal bahasa Inggris sangat berharap kalau suatu saat mata pelajaran ini dapat menjadi mata pelajaran yang masuk dalam muatan nasional.  Mengingat mata pelajaran Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang masuk dalam Ujian Nasional (UN) pada tingkat SMP dan SMA. Untuk kondisi sekarang dirasakan sangat tidak adil bagi sekolah di daerah terpencil yang sebagian besar siswa baru kenal bahasa Inggris pada tingkat SMP yang hanya diajarkan beberapa jam dalam satu minggunya. Seperti contoh sekolah-sekolah di Ulu Rawas Kabupaten Musi Rawas, khususnya sekolah dasar di Desa Napallicin dan sekitarnya anak-anak baru kenal atau diajarkan bahasa Inggris pada Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berbeda jauh dengan siswa di daerah perkotaan yang sebagian besar sudah mengenal bahasa Inggris sejak kelas 1 SD atau bahkan dari TK ditambah dengan mudahnya untuk dapat mengakses berbagai lembaga kursus untuk menambah keterampilan berbahasa inggris mereka. Kemudian, apa bedanya dengan mata pelajaran lain yang masuk dalam mata pelajaran yang di Ujian Nasional kan? Seperti Matematika, IPA dan Bahasa Indonesia yang sudah diajarkan sejak dari kelas 1 SD atau bahkan dari TK sudah dikenalkan. Jadi sangat wajar kalau pada setiap tahun di semester 2 atau saat ujian nasional, mata pelajaran yang satu ini selalu menjadi momok bagi anak-anak. Tapi patut pula kita syukuri bahwa berapapun standar kelulusan yang ditetapkan oleh pemerintah pada saat Ujian Nasional selalu saja dapat dicapai. Tidak tahu ilmu apa yang mereka pakai. Ilmu padi kah? Yang semakin merunduk semakin berisi. Wallahu a’lamu Bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar